Awal Kemunculan.
Sejak kecil, saya
selalu membaca, mendengar, atau menonton kisah-kisah nabi. Melalui kisah nabi
saya selalu menemukan suri tauladan dan hikmah-hikmah yang ,InsyaALLAH, dapat
memperkuat keimanan saya dari hari ke hari, amin.
Dalam kisah-kisah
tersebut selaluuuu saja ada tokoh antagonis yang bikin gregetan. Jadi, kadang
waktu masih kecil, mendengar kisah-kisah nabi/rasul tak ubahnya nonton film
superhero. Ada jagoannya, ada musuhnya. Tokoh itu tiada lain tiada bukan adalah
sindikat Al
Kafirun. Seperti yang kita ketahui, dakwah dan eksistensi para nabi/rasul tidak selalu
diterima dengan hangat. Acapkali, muncul golongan yang menolak bahkan cenderung
offensive. Tidak jarang pula,
perbuatan mereka ini meresahkan dan merugikan orang-orang di sekitarnya. Contohnya saja masyarakat jahilyah
kala itu (ya, sepertinya sih begitu --a).
Bagi
saya, perjuangan dakwah para nabi itu MasyaALLAH! Terutama perjuangan
Rasulullah SAW, itu luar biasa. Ketabahan, kesabaran,
dan keyakinan beliau yang bisa membuatnya keep struggling with total power.
Subhanallah, menakjubkan.
Namun, sejauh ini,
semua itu hanya termaktub dalam lembaran-lembaran kisah dan agaknya mustahil
saya temui sendiri.Hingga tiba suatu masa, ALLAH mencoba keluarga kecil saya.
ALLAH Azza wa Jalla mengirimkan Al Kafirun itu ke tngah-tengah kami. Delivery
service langsung cuzzzz ke rumah kami.
Al Kafirun dari
seberang samudra, entah dari alam macam apa dia datang. Tiba-tiba eng ing eng.... -..-
Ia tidak percaya Tuhan, sudah pasti ia juga tidak punya agama. Dia nggak
paham dengan mindset orang-orang beragama (dan saya nggak paham sama mindset
dia, impas).
Menurutnya, agama itu hanya rekaan
manusia dan tak ubahnya belenggu kehidupan. Aturannya rempong, tidak masuk
akal, dan semacam buang-buang waktu. Ya, oke, secara umum itu haknya untuk
memilih keyakinan atau tidak yakin akan keyakinan. Suka-suka dia mau jadi
agnostic,atheis,atau apa pun itu judulnya. Tapi yang nyebahi udah Al-Kafirun
nyolot lagi!
Saat
itu yang melintas di benak saya adalah “Ya udah siiiiiih, urusane dhewe-dhewe,
lha wong sing nglakoni wae hepi, kok dadi kono sing mbingungi lho,”
Tapi, setelah dipikir lagi, saya harus bisa kasih
jawaban yang logis dan baik dong. Ya bagaimana pun juga ini keyakinan yang
harus saya perjuangkan. Agama tidak maen-maen, boi! Apalagi dia tanya,
intinya: Ngapain sih beragama, Islam
khususnya, kan aturannya aneh-aneh? *Seketika pengen saya kapyuk mukanya pakai
air accu. Astaghfirullah*
Saya bilang, agama bagi saya pribadi
adalah kebutuhan rohaniah. Manusia itu tidak hanya butuh materi tetapi juga
kebutuhan spiritual seperti rasa bahagia, kedamaian, kasih sayang dan juga the
presence of superholly power beyond
yourself yakni TUHAN. Seharusnya makin manusia itu berpikir semakin ia sadar
betapa kerdil dan pandir dirinya di dunia ini, bukanya makin pongah. Serasional
apa pun kita, banyak hal-hal yang tidak bisa kita terangkan secara science.
Sekarang, saya tanya deh, how can you’re still alive until right now? How do
you breath? How do you move your body? And how do you take a shit?! It’s a great
blessing from God. Berkah. People alive as of the soul, ruh, so that’s not
about heart that beats, blood that circulates, or lungs that breath. Kalo cuma
begitu, orang sekarat yang udah dikecengin sama Izrail juga bisa kalau dipasang
respirator, pacu jantung, infus dll. Nggak bakal keliatan mati, tapi ya cuma
gitu. Hidup itu lebih berarti braay, tidak sekadar jantung berdetak, darah
mengalir atau napas kembang kempis. There’s alot of stuff that can’t be
explained by science, but religion does it very well.
Hidup itu rencana Tuhan, isinya
pengabdian. Dalam Al Quran dijelaskan: Wamaa kholaqtuljinna wal insa illa
liya’buduun (Addzariyat 56). Manusia dan Jin diciptakan untuk beribadah, untuk
menyembah Tuhan pemciptanya. Berarti, sudah kodrat manusia untuk beragama, beribadah,
meyakini keberadaan sang Khalik.
Agaknya, perjuangan ini akan berjalan
cukup lama. Ya Rabb, Yaa shahibbul
‘arsy, kuatkan kami sekeluarga. Saya dan keluarga harus lebih dalam belajar
agar bisa menjawab semua pertanyaan absurdnya. Menurut Bapak, wajar dia begitu,
dia ‘kan belum tahu. Tugas kita adalah ngandhani dia. Ya ada benarnya juga.
Meskipun demikian, kami mencoba mengambil
hikmah. Setidaknya, kedatangannya membuat kami makin mendekatkan diri kepada
ALLAH. Mau tidak mau kami harus beribadah
lebih taat lagi. Belajar agama
yang lebih giat lagi agar bisa menjawabi dengan cerdas dan tangkas. Minimal,
dia melihat bahwa orang beragama, khususnya kami yang muslim ini, adalah
orang-orang baik, rahmatan lil ‘alamin. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar