Guru saya pernah bertanya kepada kami,
"Bila kalian diberi kesempatan untuk memilih sebuah, hanya sebuah, kekuatan magis, kekuatan macam apa yang ingin kalian miliki?"
Seluruh civitas akademika dalam kelas itu pun mulai mengembangkan sayap-sayap imajinasi mereka..
"Saya ingin punya sentuhan cinta," kata seorang mahasiswi di pojok ruang ragu-ragu,"saya ingin setiap orang yang saya sentuh akan mencintai saya,"
"Lalu," selidik sang Guru.
"Sehingga dunia akan dipenuhi dengan rasa cinta dan tidak ada rasa benci dan permusuhan," ia mulai menemukan kepercayaandirinya.
Pak Guru tersenyum,
"Begitukah? Jadi kau beranggapan dengan sentuhan cinta, kau akan membuat kedamaian?"
Sang mahasiswi mengangguk mantap.
"Sekarang cobalah kau bayangkan ketika semua orang kau sentuh, lalu semua orang mencintaimu," Guru itu melipat lengannya, seolah berpikir keras,"semua orang tentu ingin memilikimu,"
Mahasiswi itu mengangguk pelan,"Semua orang akan berusaha untuk memperoleh saya dan.."
"Dan..." Guru kami mencoba mencari jawaban.
"Dan saya justru menciptakan peperangan dalam hal yang....konyol"
"Kalau begitu, saya ingin punya sentuhan rahasia saja," seorang karyawan asuransi di tengah ruang memecah keheningan.
"Sentuhan rahasia?"
"Ya, Sir. Saya bisa tahu rahasia orang-orang di sekitar saya," katanya pongah.
"Apa sih rahasia itu?" Guru bertanya
"Ya biasanya sih hal-hal yang tidak ingin diketahui orang lain,"
"Kenapa?"
Karyawan itu nyengir, " Biasanya itu adalah aib, Sir. Atau..kebencian pada kita,"
"Apa yang kau dapatkan dari tahu kebencian orang kepada kita?"
"Betapa saya akan menemukan kebencian juga pada kehidupan saya," jawabnya pelan.
Saya mencoba menjawab,
"Sir, saya ingin punya sentuhan bahagia,"
Guru itu menaikkan sebelah alisnya,
"Saya ingin bisa membuat semua orang bahagia, tanpa rasa sedih, bimbang, khawatir,"
"Sehingga mereka lupa akan beban hidup mereka?"
Saya mengangguk,
"Lalu, mereka jadi tidak realistis, dong?" Guru itu terkikik geli,"itu seperti habis menegak ekstasi,"
"Setidaknya, itu tidak meracuni tubuh mereka," saya membela diri.
"Tapi meracuni jiwa mereka," Guru itu tergelak
Saya hanya garuk-garuk kepala yang tidak gatal ini.
"Baiklah, memang kadang kita berpikir dengan dapat mengendalikan orang lain, kita akan menggenggam dunia, semua mudah dan kita akan senang. Sebenarnya tidak. Kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika kita dapat melangkah bersama-sama orang-orang itu untuk meraih apa yang terbaik dari kita," Guru itu menatap muridnya satu persatu," yang dikendalikan itu bukan orang lain, tetapi diri kita sendiri. Karena kita kadang terlalu lembek pada diri kita sendiri, terlalu memanjakan. Nah, ini yang menyulitkan kita dalam meraih kebahagiaan."
"Saya sih, lebih senang tidak punya ilmu sihir apa-apa," katanya seraya merapikan buku-bukunya,"lebih senang jadi guru bahasa Inggris."
Kami hanya mendengus sebal, tetapi dalam hati kami ada suatu kelegaan. Bahwa kami punya sedikit pencerahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar